Saturday, May 2, 2015

Sepak Bola, Budaya dan Sosial (Bagian 3)

munawardismail     1:15 AM    


Perhelatan piala dunia sepakbola yang tengah berlangsung di Brasil semakin menyedot para penggemarnya di seluruh penjuru dunia. Di tengah gegap gempita penonton menyaksikan pertandingan di dalam stadion, di luar gedung para pengunjuk rasa melancarkan aksi protes.Tampaknya para pemrotes kesal karena tingginya biaya sebagai tuan rumah yang mencapai US$11 miliar.

Sejumlah warga Brasil menuntut agar dana sebesar itu sebaiknya digunakan untuk pendidikan, pembangunan rumah sakit, perumahan dan keperluan mendasar lain. Sangat kontras ketika sebagian masyarakat Brasil di luar stadion menumpahkan kemarahannya terhadap pemerintah, di dalam stadion justru terjadi kemeriahan karnaval yang dihiasi berbagai simbol dari berbagai warna bendera negara-negara dunia hingga papan reklame para sponsor penyelenggara acara besar tingkat dunia itu.


Fakta ini, sekali lagi menunjukkan bahwa sepakbola bukan hanya olahraga, tapi juga memiliki aspek ekonomi, budaya, sosial dan politik. Piala dunia sepakbola bukan hanya turnamen olahraga bertaraf internasional saja, tapi juga dipengaruhi oleh kepentingan politik dan pertimbangan lainnya. Misalnya, kondisi geografis kota-kota penyelenggara pertandingan akan menjadi pertimbangan bagi penyelenggara piala dunia.


FIFA tentu saja harus mengkaji kondisi budaya dan sosial, populasi, dan aspek lainnya dari tuan rumah penyelenggara. Jika pemerintah Brasil memperhatikan opini publik negara itu tentu saja gelombang protes rakyat menentang penyelenggaraan piala dunia tidak begitu besar, dan biaya pengamanan pun tidak akan melambung tinggi.

Jika FIFA memperhatikan kondisi geografis penyelenggara piala dunia 2022, tampaknya Qatar tidak akan terpilih sebagai penyelenggara even terbesar pertandingan sepak bola dunia itu. Bisa kita bayangkan bagaimana negara yang hanya memiliki luas 11.500 hektar persegi dengan penduduk kurang dari satu juta orang menjadi tuan rumah piala dunia yang mendatangkan turis mancanegara lebih dari satu juta orang yang melebihi penduduk negara Arab itu. Dengan kata lain, pejabat Qatar mempersiapkan infrastruktur dua kali lipat dari jumlah penduduknya yang dikerjakan dalam waktu delapan tahun untuk sebuah kegiatan selama sebulan.


Sejumlah analis menyebut sepak bola menjadi capaian historis setelah Renaissance. Kini masyarakat berupaya untuk merasionalisasikan apapun dan mengontrol setiap peristiwa dan dampaknya. Pertumbuhan masyarakat seperti ini juga didukung oleh kemajuan teknologi. Meksipun masyarakat ini menggunakan alat yang dimiliknya sehingga mampu menekan ancaman alam terhadap manusia, tapi di sisi lain justru memproduksi ancaman baru. Dalam kondisi demikian, sepakbola menjadi sebuah simbol yang hilang dari manusia abad ke-20. Jika dalam masyarakat tradisional, olahraga sebagai sarana untuk mempersiapkan diri menghadapi perang, kini olahraga menjadi produk modernisme.


Banyak faktor dan fenomena dewasa ini memiliki keterkaitan erat dengan sepakbola yang membuat olahraga itu semakin mendapat tempat di tengah masyarakat modern. Berbagai profesi memiliki hubungan sangat erat dengan sepakbola seperti: medis, ekonomi, psikolog, sosiolog dan lainnya. Lebih dari itu, sepakbola memainkan peran dalam kategorisasi politik dan batasannya. Simon Kuper, penulis buku "Football Against the Enemy", menyinggung peran penting sepakbola sebagai bahasa internasional. Kuper mengunjungi 22 negara dunia dan menyaksikan pengaruh menakjubkan sepakbola terhadap budaya negara-negara dunia.


Dalam salah satu pembahasan di bukunya, Kuper menulis, "Barcelona merupakan klub sepakbola terbesar di setiap negara, bahkan setiap olahraga di seluruh dunia. Mengapa demikian? Padahal para manajer klub dan pemainnya mengatakan klubnya hanya satu saja. Tapi apa yang mereka utarakan tidak penting, sebab sebuah klub itulah yang memiliki makna bagi para suporternya. Barcelona ada di mana-mana, termasuk di Thianjin, Cina. Mereka merasa memiliki Barcelona dan Catalonia, daerah tempat [klub] Barcelona berada".


Orang Catalonia merasa dirinya sebagai bagian dari daerah itu, dan kemudian mengakui sebagai orang Spanyol. Di ranah politik masalah ini berimbas terjadinya perang dan pemberontakan bertahun-tahun antara orang-orang Catalonia terhadap pemerintah pusat Madrid, hingga kematian diktator Francisco Franco Bahamonde di tahun 1975.

Simon Kuper menulis, "Barcelona 100 kali lebih terkenal dari Catalonia dan menjadi kebanggaan orang-orang Catalonia. Jenderal Franco puluhan tahun lalu hapal betul komposisi Real Madrid. Ketika Real Madrid bermain dengan Barcelona, para suporter tidak boleh membawa bendera Catalonia. Profesor Flaquer Luis, sosiolog Catalonia mengatakan, karena rakyat di jalan tidak bisa mengatakan 'Franco penjahat !', lalu mereka menyampaikannya terhadap pemain Real Madrid ". Kepingan fakta sejarah ini menunjukkan peran penting sepakbola dalam kehidupan manusia, termasuk di ranah politik.


Sepakbola bukan hanya sebuah permainan saja, tapi menjadi pemicu kebahagiaan jutaan orang di dunia. Lebih dari 280 juta orang termasuk anggota masyarakat sepakbola dunia baik sebagai olahraga maupun hiburan. Sepakbola merupakan sekuel lisan dari kondisi mental dan psikologis sebuah masyarakat. Sepakbola bukan hanya kompetisi semata, bahkan merupakan manifestasi nilai-nilai tinggi kemanusiaan seperti kerjasama, pemaaf, dan ketekunan, kesabaran dan lainnya.

Dengan demikian, sepakbola juga menjadi sarana pendidikan melalui olahraga yang sehat dan edukatif.


Sepakbola memainkan peran penting dalam memupuk solidaritas sosial dengan mengumpulkan banyak orang yang berlainan latar belakang. Meski demikian, sepakbola juga menimbulkan masalah di tengah friksi politik. Misalnya, peristiwa yang terjadi baru-baru ini di Kenya. Kelompok teroris Boko Haram dan Al Shabab menyerang dan membunuh para suporter sepakbola dan warga Kenya yang menyaksikan piala dunia sepakbola.

AKI melaporkan, kelompok teroris menyerang dan membunuh sebagian orang yang sedang menonton piala dunia di sebuah televisi besar di salah satu kota di Kenya. Kelompok teroris Boko Haram menggunakan momentum piala dunia sebagai alasan untuk membunuh lebih banyak warga sipil. Dilaporkan kelompok teroris Boko Haram membunuh 300 orang warga sebuah daerah di Kenya. Tidak hanya itu, mereka juga menyatakan akan menghadapi para pendukung piala dunia sepakbola di Brasil. Mungkin itulah sebabnya penulis Inggris, George Orwell menilai sepakbola sebagai sumber amoralitas dan perang tanpa penembakan.


Benarkahdemikian? Jika pertanyaan tersebut ditanyakan kepada Jean-Paul Sartre, filsuf Prancis itu mengatakan, "Sepakbola adalah permainan sederhana, tapi adanya tim dan lawan membuatnya menjadi rumit dan sulit". Sepak bola  menurut filsuf ini memiliki beberapa aspek, tapi masing ?masing tidak bisa menjelaskan kondisi sosial sepakbola sebenarnya.

Tampaknya, setiap penilaian orang mengenai sepakbola dan memberikan informasi kepada kita seperti hanya jadual penting pertandingan seperti piala dunia. Realitasnya, setiap tim dalam momentum penting olahraga ini bukan hanya sebuah tim sepakbola saja, tapi memandang aspek lain seperti sejarah, budaya dan geografis masing-masing.

Selain itu harus juga mempertimbangkan sisi sensitif dan urgensi dari aspek ekonomi, politik dan sosial sepakbola bagi masyarakat, sehingga mereka tidak menjadi korban permainan media dan gencarnya iklan.

Sumber: IRIB Indonesia/PH

0 comments :


About us

FAQ's

FAQ's

© 2011-2014 TABABOLA. Designed by Bloggertheme9. Powered By Blogger | Published By Blogger Templates .